Saturday, October 30, 2004

Rindu Pada Kota Sejuta Kenangan

Tiba-tiba aku rindu pada kota kelahiranku. Kota yang saat kutinggalkan masih feminim, masih sarat dengan getaran budaya jawa yang kental. Betapa aku rindu: Pada pemandangan tukang becak yang lelap tidur di dalam becaknya sepanjang jalan Mangkubumi dan Malioboro sembari mendengar dalang mengupas cerita wayang. Atau pada mbok-mbok bakul dengan sepeda tua dan keranjang sayurannya yang pada dini hari berduyun-duyun menuju Pasar Beringharjo.

Maliboro dulu adalah Malioboro yang membuka mata hatiku tentang nilai kehidupan. Bagaimana orang bertahan hidup tanpa harus menjual harga dirinya, bagaimana seorang bocah gelandangan mencari makan tanpa harus keji mencuri, bagaimana seorang pengamen tetap merdu dan mahir menyanyi sekalipun ditolak kesana-kemari. Indahnya.

Makan Sego Kucing kaki nangkring menjadi hal biasa di kota kelahiranku. Di sana, tukang becak, pengasong rokok, pengamen, gelandangan, bule, seniman, mahasiswa sampai budayawan biasa makan jadah bakar barengan di satu tikar. Tak ada perbedaan derajat. Tak ada ketakutan untuk dilukai atau melukai. Bahkan diskusi-diskusi kecil sering tanpa sengaja terjadi. Mulai dari hal sepele seputar gudig (penyakit kulit) sampai persoalan kota yang dibahas dengan gaya Jawa yang tidak meletup-letup.

Ah, banyak sekali yang harus kutulis jika mengenang kota kelahiranku. Rinduku pada kota sejuta kenangan semakin tak tertahan.

No comments: